Review Love for Sale 2: Ketika Cinta Bisa Di Jual
- Filemin
- Apr 10, 2020
- 2 min read
Updated: Apr 29, 2020

Love For Sale 2 merupakan lanjutan dari film Love For Sale yang pertamanya yang memiliki kisah cinta super nyesek lantaran Richard (Gading Marten) ditinggalkan begitu saja oleh Arini (Della Martyan) yang hilang entah kemana.
Sejak menonton film pertamanya dengan ending yang nyesek banget. Kemunculan film Love For Sale 2 menjadi penantian bagi para penontonnya.
Love For Sale 2 mengisahkan Ican (Adipati Dolken) bekerja di sebuah agency periklanan yang sedang menikmati kehidupan bebasnya selalu didesak dan dijodohkan oleh lingkungan dan keluarganya terutama ibunya. Bukannya serius mencari jodoh namun Ican malah mengunggah aplikasi Love inc yang memesan “pacar bayaran” untuk diajak kelingkungannya.
Film dibuka dengan pesta pernikahan adat minang yang menandakan kehidupan di film ini akan berkaitan erat kehidupan orang minang. Masih di pernikahan yang dimana itu awal film, Ican sudah ditanya terus oleh ibunya mengenai kapan menikah karena ibunya sudah ingin memiliki cucu dari anak Ican. Gila kan ? belum apa-apa film ini sudah memberikan kesan horror pertamanya dengan kemunculan pertanyaan seperti kapan nikah ?
Latar film ini menunjukan Ican tinggal di sebuah gang tidak kumuh sih namun menandakan ekonomi kelas menengah. Ia tinggal di sebuah flat atau rumah kecil seperti kosan yang dimiliki ibunya dan tentu saja itu berdekatan dengan tempat tinggal ibunya. Untuk memperjelas kelas ekonominya digambarkan juga rutinitas Ican pergi ke kantor menggunakan angkutan umum.
Sejujurnya secara keseluruhan film ini bagus namun tak lebih bagus dari film pertamanya.

Film ini diluar ekspetasi saya dimana yang seharusnya banyak muncul serta mendominasi film ini adalah kisan Ican dan Arini, namun malah ibunya yang mendominasi keseluruhan film ini.
Arini menjadi sosok yang memukau dia bisa beradaptasi di berbagai lingkungan pelanggannya. Kali ini Arini mendapatkan tugas yang harus menangani ibunya, keluarga dan lingkungan si pelangganya. Tentu saja Arini bisa menjalankan tugasnya dengan baik.
Apakah Arini sejahat itu atau sebangsat itu di film ini? Saya baru saja dapat pandangan baru bahwa Arini tak sejahat itu kok. Jika saja pengguna jasa Love inc membaca ketentuan dan peraturan diawal bahwa ini hanyalah penyedia jasa jadi tak perlu menggunakan dan terbawa perasaan. Arini hanyalah seorang wanita yang mencintai pekerjaannya, ia senang membahagiakan orang-orang, ketika masa kerjanya berakhir tentu saja ia harus pergi meninggalkan orang-orang yang sudah keburu baper. Entahlah Arini di film ini menjadi semacam candu yang adiktif, ya seperti ketika kita mencintai seseorang maka kita akan ketergantungan ke orang tersebut.
Sepertinya cangkupan film ini terlalu luas sehingga sosok Ican tak begitu mengesankan di film ini, mungkin porsinya tak diberi banyak untuk mendominasi filmnya. Kita tak bisa begitu mengenal sosok Ican, bagaimana pekerjaannya, bagaimana pertemanan di kantornya, bahkan disini tak ada satupun teman kantor Ican yang muncul.
Kita sudah mendapatkan pelajaran dari film pertamanya untuk mempersiapkan mental di ending film ini. Benar saja endingnya tak lebih tak kurang seperti film pertamannya.
Commentaires